kibar news, Bombana – Polemik penghinaan terhadap Mokole Moronene kembali memanas setelah pernyataan kontroversial dari calon Wakil Bupati Bombana, Heriyanto, S.KM, dalam pesan suara yang beredar luas.
Pesan tersebut, dianggap menghina Mokole, menciptakan gelombang protes dari tokoh-tokoh adat di Bombana.
Mokole Patani Mohammad Ali, Sapati Kerajaan Moronene Poleang, dengan tegas menyatakan kekecewaannya.
“Saya baru mengetahui penghinaan tersebut setelah anak saya, Muh. Aris Ali, memutar rekamannya sekitar dua minggu lalu. Saya sangat kecewa,” ungkap Mokole Patani dalam pertemuan di Tongkoseng, Kecamatan Tontonunu, Minggu (15/09/2024).
Pertemuan penting ini dihadiri oleh perwakilan dari tiga kerajaan Moronene, termasuk Mokole Kabaena Jumrad Raunde, Mokole Penyangga Rumbia Mansur Lababa, dan Mokole Poleang sendiri. Mereka sepakat bahwa penyelesaian kasus ini harus melalui hukum adat Moronene dengan sanksi berat, Kohala Ea, atau pelanggaran besar.
Keputusan rapat menekankan bahwa Heriyanto diberi waktu dua minggu untuk menyelesaikan masalah ini secara adat. Jika tidak ada tanggapan hingga 30 September 2024, kasus tersebut akan dilaporkan ke Polda Sulawesi Tenggara atas dugaan ujaran kebencian yang disebarkan melalui media elektronik, dengan merujuk pada UU ITE.
“Jika Heriyanto tidak segera mengambil langkah penyelesaian secara adat, kami akan melaporkannya ke pihak berwenang dalam waktu dekat,” tegas Mokole Patani Mohammad Ali.
Pernyataan Heriyanto yang memicu amarah ini bermula dari reaksi keras terhadap pidato calon Bupati Bombana, Ir. H. Burhanuddin, M.Si. Pada 29 Mei 2024, dalam sebuah pertemuan di Desa Matubundu, Burhanuddin menyatakan dirinya sebagai bagian dari keluarga besar Moronene.
Pernyataan tersebut kemudian direspons oleh Heriyanto dengan pesan suara yang dianggap menghina.
Rapat adat di Tongkoseng menghasilkan lima poin utama, termasuk himbauan kepada Heriyanto untuk tidak beraktivitas terkait komunitas Moronene sebelum menyelesaikan penghinaan ini.
Penyelesaian melalui hukum adat akan dilakukan di Rumah Adat Lembompari Kerajaan Moronene Poleang, dan mediasi akan dipimpin oleh tim hukum dari Sukdar & Partners serta Kantor Hukum Abadi Makmur.
Jika Heriyanto gagal memenuhi tuntutan adat, konsekuensi hukum formal siap menanti.
Komentar