Kibar News, Bombana — Di tengah harapan ribuan tenaga honorer untuk segera diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), kenyataan pahit justru menimpa para abdi negara di Kabupaten Bombana. Mereka kini hanya bisa menanti di ujung asa, setelah proses pengusulan P3K Paruh Waktu tersendat akibat kelalaian administratif Pemerintah Daerah sendiri.
“Kami di Komisi I DPRD Bombana telah menelusuri langsung ke pusat dan menemukan bahwa persoalan utama ada pada keterlambatan pengiriman surat pertanggungjawaban mutlak yang ditandatangani oleh Bupati,” ujar Ketua Komisi I DPRD Bombana, Ashari Usman dalam konferensi pers di DPRD Bombana, Senin (10/11/2025).
Dari hasil konferensi pers Komisi I DPRD Kabupaten Bombana, terungkap bahwa pemerintah daerah sebenarnya telah memiliki waktu cukup panjang untuk melakukan pengusulan tenaga honorer kategori R2, R3, dan R4. Bahkan, pemerintah pusat telah memberikan tiga kali perpanjangan waktu — hingga batas akhir pada 25 Agustus 2025 — agar seluruh daerah segera menuntaskan penginputan berkas melalui aplikasi resmi Kementerian PAN-RB.
Namun, fakta berbicara lain. Bombana menjadi salah satu daerah yang belum tuntas mengajukan berkas hingga tenggat terakhir. Surat Pertanggungjawaban Mutlak (SPTJM) — dokumen penting yang wajib ditandatangani oleh Bupati — baru dikirim pada 16 September 2025, atau lebih dari 20 hari setelah aplikasi pengusulan resmi ditutup.
Akibat kelalaian itu, pengusulan honorer kategori R2 dan R3 baru dimasukkan ketika sistem nasional sudah tertutup. Artinya, berkas Bombana tidak lagi bisa diproses melalui jalur reguler seperti daerah lain yang kini sudah menerima SK P3K.
“Berkas itu seharusnya dikirim sebelum tanggal 25 Agustus. Tapi karena SPTJM baru masuk tanggal 16 September, sistem aplikasi sudah tertutup. Sekarang satu-satunya cara hanya lewat jalur komunikasi langsung ke kementerian,” kata Ashari Usman
Nasib Honorer: Menunggu di Tengah Ketidakpastian
Sekitar 929 tenaga honorer Bombana dari kategori R2 dan R3 kini masih menunggu kepastian. Mereka adalah para guru, tenaga kesehatan, hingga pegawai administrasi yang selama bertahun-tahun mengabdi di pelosok tanpa status jelas.
“Berkas kami sebenarnya sudah disiapkan jauh hari. Kami hanya menunggu kabar baik dari Pemda. Tapi ternyata justru di situ letak masalahnya, karena dokumen dari pemerintah terlambat dikirim,” ujar salah satu tenaga honorer R3 yang kami hubungi via WhatsApp
Sementara itu, honorer kategori R4 — yang jumlahnya mencapai sekitar 1.500 orang — belum diusulkan sama sekali. Hingga kini, belum ada kejelasan kapan berkas mereka akan dikirim, meski batas waktu nasional sudah lama tertutup.
“Untuk R4, memang sampai hari ini belum diusulkan. Itu murni domain pemerintah daerah. Kami di DPRD hanya bisa mendorong dan memfasilitasi jika nanti ada kendala pada tahap berikutnya,” tutur Ketua Komisi I DPRD Bombana yang merupakan Anggota DPRD Jebolan partai Nasdem
DPRD Turun Tangan: Menambal Kesalahan yang Terlanjur
Menyadari adanya kesalahan teknis tersebut, Komisi I DPRD Bombana akhirnya melakukan langkah cepat dengan berkoordinasi langsung ke Komisi II DPR RI dan Kementerian PAN-RB. Dalam konsultasi itu, DPRD meminta bantuan agar berkas Bombana tetap bisa diproses meski jalur aplikasi sudah ditutup.
“Karena sistem sudah ditutup, maka kini pengusulan harus dilakukan melalui jalur komunikasi langsung ke kementerian. Kami sedang berupaya agar 929 orang honorer itu tetap bisa diproses,” jelas Ketua Komisi I DPRD Bombana dalam konferensi pers tersebut.
“Kami sudah bertemu dengan pejabat Kementerian PAN-RB dan dibantu langsung oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Pak Bahtera. Kementerian berjanji akan memproses 929 honorer R2 dan R3 setelah berkas tambahan kami serahkan,” tambahnya.
Langkah DPRD ini dinilai sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap ribuan tenaga honorer yang kini terjebak dalam ketidakpastian, akibat kelambanan dan kurangnya ketelitian birokrasi daerah.
Beban di Pundak yang Tak Bersalah
Ironisnya, akibat kelalaian administrasi ini, yang menanggung akibat bukan pejabat atau operator, melainkan para tenaga honorer itu sendiri. Mereka kini harus bersabar tanpa kepastian, sementara di banyak daerah lain rekan-rekan sejawat mereka telah menerima SK P3K.
“Selama ini kami hanya ingin diakui sebagai bagian resmi dari pemerintahan, bukan terus menunggu dalam ketidakpastian,” ungkap seorang honorer R2 yang bekerja di lingkup Kesehatan
Para honorer berharap agar pemerintah daerah tidak lagi mengulangi kesalahan serupa, karena setiap keterlambatan birokrasi berarti memperpanjang derita mereka yang sudah lama mengabdi tanpa kepastian status maupun gaji layak.
“Kami di DPRD menjalankan tugas ini karena ingin menjawab aspirasi para honorer yang datang ke kantor DPR maupun yang berdialog dengan kami. Mereka sudah lama menunggu, jadi kami harus bantu menyelesaikan,” ucap Ketua Komisi I DPRD Bombana.
Saran dan Catatan Penting: Hati-Hati dengan Rekrutmen Baru
Dalam kesempatan yang sama, DPRD juga mengingatkan agar Pemda Bombana lebih cermat dalam mengelola tenaga honorer ke depan. Selain soal administrasi, DPRD menyoroti kondisi fiskal daerah yang kini sudah kritis.
Belanja pegawai Bombana telah mencapai 39 persen dari total APBD, melampaui batas ideal 30 persen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.
Meski demikian, DPRD menegaskan bahwa belanja untuk P3K paruh waktu dikategorikan sebagai belanja jasa, bukan belanja pegawai tetap. Karenanya, pemerintah daerah diimbau untuk tetap membuka ruang kebijakan yang berpihak pada tenaga honorer, tanpa mengabaikan aturan fiskal dan asas kehati-hatian.
“Menurut hasil konsultasi kami dengan deputi bidang anggaran di kementerian, belanja untuk P3K paruh waktu tidak dihitung sebagai belanja pegawai, tetapi masuk kategori belanja jasa. Meski begitu, Pemda tetap harus berhati-hati dan menyesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah,” terang Ketua Komisi I DPRD Bombana.
Harapan di Tengah Kabut
Kini, semua mata tertuju pada langkah lanjutan pemerintah daerah dan kementerian terkait. Nasib 929 honorer Bombana masih bergantung pada proses komunikasi lintas lembaga yang sedang diupayakan DPRD dan BKPSDM Kab. Bombana
Namun, di balik semua itu, ada pelajaran penting: kelalaian birokrasi sekecil apapun bisa berdampak besar pada nasib ribuan manusia.
Mereka yang telah mengabdi belasan tahun di sekolah, puskesmas, dan kantor pemerintahan, kini hanya bisa berharap — agar di balik kesalahan administratif, masih ada keadilan yang berpihak pada pengabdian.
“Kami akan terus mengawal sampai tahap akhir. Harapan kami, teman-teman honorer ini segera diangkat menjadi P3K paruh waktu. Jangan lagi ada keterlambatan, karena yang menanggung akibatnya bukan pejabat, tapi rakyat yang mengabdi,” tutup Ketua Komisi I DPRD Bombana yang juga merupakan Anggota DPRD dari Dapil V Kabaena.








Komentar