KIBAR.NEWS, DAERAH- Apa yang terjadi dengan DPRD Bombana saat ini. Tiga hari lalu Diruang Rapat DPRD Kabupaten Bombana, Senin 11 Desember 2023, tiga anggota Badan Pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Bapemperda) dan beberapa akademisi serta Pemerintah daerah tengah mendiskusikan naskah akademik. Ada empat naskah akademik yang tengah dibahas dalam “Seminar Khusus” itu. Salah satunya Raperda yang sangat kontroversial yakni Peraturan Daerah Tentang Pelestarian Seni dan Budaya.
Pembahasan yang secepat kilat dimalam hari itu sudah membuahkan hasil draft Peraturan Daerah (Perda) Tentang Pelestarian Seni dan Budaya. Padahal baru beberapa hari dibahas bersama para akademisi. Draft Perda ini sudah berseliweran di aplikasi biru WhatsApp berupa file PDF. Meski belum di paripurnakan oleh DPRD bersama Pemerintah, namun aturan yang di godok itu mengundang tanda tanya publik.
Tidak ada Sosialisasi yang seharusnya clear, serta uji publik. Hingga membuat keriuhan dan kegaduhan ditengah masyarakat. Tak sedikit tokoh masyarakat dan pemerhati budaya mempertanyakan draft Raperda tersebut. Sebab, Raperda tersebut tidak menjabarkan secara rinci Kebudayaan dan Kesenian daerah mana yang bakal ditonjolkan. Seolah ada mufakat jahat dari isi perda tersebut.
Salahsatu tokoh pejuang pemekaran dan juga pemerhati Budaya Moronene, Anton Ferdinan menyampaikan keprihatinan dia soal isi draft Raperda tersebut . Dokumen Raperda yang berisikan 8 BAB dan 24 pasal tentang objek pelestarian seni dan budaya. tidak ditemukan diksi atau kata Moronene. Seolah isi dokumen peraturan Daerah itu tidak memberi pengakuan tentang Seni dan Budaya Moronene yang nota bene adalah suku asli yang mendiami tanah Bombana.
Bahkan, saat Ia mengikuti kajian naskah akademik tersebut, sempat mempertanyakan hal itu di dalam forum. Ia dengan tegas tak menyetujui dan menolak rancangan perda tersebut.
“Saat saya mengikuti seminar akhir naskah kajian akademik terkait itu, sangat miris sekali karena tak satupun diksi dan kata yang memuat kata Moronene dalam perda tersebut padahal kita berada di tanah Moronene, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung,”tuturnya kepada wartawan ini saat dihubungi via telpon, Kamis (14/12/23).
Sementara itu, Ilfan Nurdin yang juga seorang Pemerhati Budaya asal Kabaena menyampaikan hal yang sama. Raperda pelestarian seni dan budaya kabupaten bombana menurutnya tidak jelas maksud dan arah tujuan,”Seni dan budaya mana yang di maksud di draft Perda itu, sebab kabupaten bombana ini adalah masyarakat yang heterogen,”tuturnya kepada media ini.
Pria yang pernah menjadi Dosen Hukum Universitas Sulawesi Tenggara menjabarkan jika merujuk pada undang-undang nomor 5 tentang Pemajuan Kebudayaan, maka seyogyanya yang di maksud Pemajuan Seni dan Budaya Sebagaimana dimaksud pada pasal 3 Undang-undang Pemajuan Kebudayaan pada asas Pemajuan Kebudayaan pada poin C yakni “Kelokalan”
“Jadi, karena kabupaten bombana ini secara historis adalah wilayah Moronene maka kebudayaan yang di maksud adalah kebudayaan Moronene, Jadi raperda itu harus mencantumkan seni dan budaya Moronene,”tegasnya.
Pemajuan kebudayaan daerah sebagai bagian dari kebudayaan nasional berdampak terhadap banyak sektor kehidupan. Ia berpengaruh terhadap kepribadian, ketahanan, kerukunan, dan kesejahteraan bangsa.
Oleh karenanya, proses perumusan perda harus menyepakati sepuluh prinsip sebagai panduan, yang terangkum pada Pasal 4 UU Pemajuan Kebudayaan, supaya upaya pemajuan kebudayaan tidak memicu pertikaian dan penindasan yang mengancam keragaman masyarakat, yang merupakan identitas bangsa Indonesia.
“Raperda ini jika tidak mencantumkan Moronene maka dalam penerapannya kelak akan multi fungsi budaya dan seni yang akan dikembangkan bahkan bisa-bisa budaya impor yang bukan kearifan lokal Moronene yang bukan lagi budaya asli,”pungkasnya.
Komentar