KIBAR. NEWS, DAERAH – Padang Pajjongang yang terletak di wilayah Desa Waemputtang, Kecamatan Poleang Selatan, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra) bakal diambil alih oleh TNI Angkatan Udara (AU). Rencananya, lokasi ini bakal disulap menjadi situs penjaga serangan langit Indonesia, khususnya di wilayah Tenggara pulau Sulawesi.
Padang ini memiliki luas sejauh mata memandang yang diperkirakan mencapai lebih dari 60 ribu hektar. Selain memiliki rumput yang hijau dikala musim penghujan tiba, Pajjongang di hiasi ragam bukit yang bisa saja membuat mata enggan untuk berkedip, ibarat serpihan surga yang benar-benar sengaja dijatuhkan tuhan di bumi nusantara. Untuk bisa mencapai lokasi padang ini cukup mudah, karena masuk dalam jalur Provinsi yang menghubungkan Bombana dan Kabupaten Kolaka.
Jika menilik lebih jauh soal padang ini, para pengunjung bisa melihat bukit-bukit indah. Entah itu buatan manusia atau alamiah, namun tempat itu menyimpan sejuta misteri. Sebab, ada sisa peninggalan para penjajah yang menjadi saksi bisu seperti bunker, meriam ,terowongan yang telah tertimbun. Lokasi ini pula pernah menjadi tempat perkumpulan sejumlah satwa seperti Rusa dan Anoa dan hewan liar lainnya. Luasnya padang Pajjongang menarik perhatian warga untuk bergembala ternak Sapi, Kambing, Kerbau serta Kuda.
Sayangnya, lokasi yang kerap dijadikan sebagai tempat wisata ini sebentar lagi akan menjadi markas Satuan Radar (Satrad) TNI AU. Satuan ini merupakan unit Koopsudnas (Komando Operasi Udara Nasional) yang akan siaga mengamati, mendeteksi dan bahkan menghancurkan segala jenis serangan, seperti teror musuh, Jet siluman, Drond musuh dan bahkan alat sekecil apapun bisa terdeteksi lewat Satrad ini.
Ketika padang ini telah dikuasai, otomatis akan menambah jumlah unit Koopsud RI menjadi 80 unit. Sementara 79 lainnya bersatu di seluruh wilayah di negeri ini, utamanya, dalam situasi dunia yang kini masih perang.
Meski demikian, rencana penempatan fasilitas udara TNI AU di padang Pajjongang masih diwarnai dinamika. Masyarakat bahkan pernah melakukan demonsttasi di wilayah Pemerintah Daerah tepat di halaman Kantor Bupati Bombana, hingga ke ruang parlemen. Kehadiran massa aksi tak lain hanyalah menyuarakan keluhan masyarakat tentang rencana itu. Kala itu, Pemda termasuk DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Bombana mengamini permintaan mereka.
Saat itu pula, Sekretaris Daerah (Sekda) Bombana menyatakan sikap menolak dan tidak akan memberi ruang kepada siapapun untuk mengambil alih tempat itu. Sebab, tempat itu adalah peninggalan leluhur yang patut dijadikan sebagai cagar budaya dan bahkan bisa dijadikan sebagai tempat wisata untuk sebagian besar masyarakat di daerah itu. Sekda pula mendukung upaya masyarakat untuk menjadikan lokasi itu sebagai lahan peternakan dan tidak akan mengabaikan kepentingan masyarakat di wilayah itu.
Seiring berjalannya waktu, setelah Pemda memberi ruang bagi masyarakat untuk memanfaatkan lokasi itu, ternyata berbanding terbalik dengan harapan Pemda. Padang Pajjongang mulai ternodai dengan kondisi lingkungan yang tidak sedap dipandang mata. Terutama soal sarap alias sampah yang berserakan baik organik maupun non organik, seperti tahi Sapi yang berserakan dan buangan kulit-kulit snack dan Aqua. Perbuatan ini tak lain hanyalah ulah makhluk yang diciptakan dengan tingkat kesadaran dibawah rata-rata. Bukan Sapi yah, karena memang ia adalah sosok yang tak punya akal, tapi manusia, utamanya bagi para pengunjung.
Kejanggalan ini pun pernah mendapat sorotan dari berbagai media yang sempat hadir di wilayah itu. Menurut cerita pengunjung, tidak ada wahana yang disediakan untuk membuang sampah, makanya mereka tak rela membuang isi makanannya, melainkan kulitnya saja.
Hal ini yang mungkin menjadi pertimbangan dari Pemda Bombana untuk memberi ruang bagi TNI AU untuk membangun pangkalan Udara di lokasi tersebut. Pernyataan penulis ini dibuktikan setelah Pemda dan TNI AU menggelar pertemuan di aula Kecamatan Poleang Selatan pada Kamis (4/1/24) lalu.Walaupun hanya digelar melalui Video Converence bersama Staf Ahli Angkatan Udara Lanud Haluolro, pertemuan yang berbentuk rapat koordinasi tersebut melibatkan jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), jajaran Kepala OPD, Camat, Kepala Desa, termasuk masyarakat yang mendiami wilayah itu. Meskipun rapat itu menuai protes warga, namun Pemda tetap saja sepakat untuk memberi ruang TNI AU untuk rencana tersebut.
Salah seorang warga bernama Wandi mewakili warga Pileang Selatan melemparkan sebuah protes kepada khalayak rapat terkait dampak yang akan didapatkan warga ketika wilayah itu menjadi milik TNI. Ia bahkan menganggap Pemda tidak konsisten dengan ucapan awalnya terkait penutupan ruang bagi siapapun yang hendak menguasai lokasi tersebut. Dampak selanjutnya menurut warga ialah, mereka bahkan tidak akan lagi nyaman ketika berada di sekitaran Padang Pajjongang karena kebisingan fasilitas udara TNI AU. Tanah itu pula mesti dilestarikan sebagai situs sejarah karena merupakan titipan dan peninggalan leluhur yang semestinya dirawat baik-baik oleh pemerintah.
Namun hasilnya, Pemda Bombana bahkan tetapmenyatakan siap menjembatani segala proses yang dilakukan pihak TNI AU untuk menempatkan Satuan Radar di lokasi Pajjongang, utamanya soal pengurusan sertifikat tanah. Meski begitu, Pemda Bombana yang diwakili Sekda Bombana, Man Arfa menegaskan kepada seluruh warga bahwa pihaknya tidak akan pernah mengabaikan kepentingan masyarakat yang bermukim di wilayah itu Sebab, Penempatan fasilitas TNI AU, juga akan memberikan perlindungan keamanan termasuk kesejahteraan masyarakat.
Komentar